Seiring berkembangnya zaman, konsep jam bekerja 9 to 5 sudah lagi tak dilirik bagi sebagian generasi muda sekarang ini. Alasannya beragam, dari yang pengen sekedar menikmati kopi di suasana yang baru hingga yang paling sering ditemui adalah karena dianggap terlalu menyita waktu pekerja.
Namun pada kenyataannya memang jam kerja fleksibel belum diterapkan di semua perusahaan di Indonesia. Masih sangat sedikit perusahaan yang menerapkan jam kerja fleksibel bagi karyawannya.
Jenis perusahaan yang cukup banyak menerapkan jam kerja fleksibel antara lain adalah industri kreatif. Namun, hanya jenis pekerjaan tertentu saja yang menerapkannya, termasuk di dalamnya adalah desainer grafis.
Desainer grafis di jam kerja fleksibel memang tidak mensyaratkan untuk datang ke kantor setiap saat. Desainer grafis dengan jam kerja fleksibel bisa bebas mengatur jam kerja mereka sendiri dan bisa menyelesaikan pekerjaannya di mana saja. Intinya adalah asal pekerjaan kelar sesuai deadline yang ditentukan.
Menarik bukan? Enaknya lagi bisa kerja kapan saja semau waktu kita. Well, gak jarang juga kan, kita melihat para pekerja yang masih lekat menatap laptop dan pentabnya sambil menyeruput kopi di kafe, bahkan di kala weekend.
Namun apakah desainer grafis yang punya jam kerja fleksibel benar-benar menikmati dengan pekerjaannya sekarang? Berikut adalah beberapa jebakan jam kerja fleksibel di ekosistem kerja era digital.
- Menjadi Bumerang
- Kerja Tanpa Mengenal Waktu
- Fleksiblitas Memeras Tenaga dan Waktu
Alih-alih fleksibel dan bisa santai dengan jam kerja, malah desainer harus lembur karena pekerjaannya yang tiba-tiba membludak dan meminta untuk segera diselesaikan dengan segera. Maka dari hal seperti ini fleksibiilitas soal jam kerja seolah jadi ‘kamuflase’ di balik kerja kapan pun, dan di mana pun. Fleksibilitas seolah bisa dianggap menjebak bagi desainer karena menjadikan fleksibilitas tersebut sebagai senjata untuk memeras tenaga dan waktu yang lebih dari desainer dan pihak perusahaan seolah dengan gampang menyadarkan bahwa semua hal tersebut adalah risiko dari pekerjaan. Imbasnya adalah mau gak mau desainer harus kerja overtime meski tanpa tambahan uang insentif. Kalau saya biasa bilang sih, "Harus rela kerja ikhlas". Hehehe
“Intinya kerja fleksibel tidak boleh dijadiin alasan buat meres tenaga dan waktu karyawan, termasuk desainer. Seolah karyawan kayak gak punya kehidupan atau urusan lain di luar pekerjaan,”
Fleksibel dalam jam kerja juga tidak selalu berakhir menyakitkan. Jika kontrak kerjanya jelas dan tepat, dan juga selama sebagai seorang profesional desainer kalian bisa mengatur waktu dengan maksimal. Bisa saja work life balance bisa tercapai.
Semoga bermanfaat...
Belum ada tanggapan untuk "Jebakan Jam Kerja Fleksibel Bagi Desainer"
Post a comment